SOSIALISASI DAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH
MAKALAH
Disusun guna
memenuhi tugas:
Mata
Kuliah : Sosiologi
Pendidikan
Dosen
Pengampu : Dian Rif’iyati. M.Si

Oleh:
1.
Faidhotun
Ni’mah 2021 111 267
2.
Mayda
Ar Rahmah 2021 111 272
3.
Muhammad
Yafi’ 2021 111 275
Kelas: H
TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Sosialisasi merupakan cara untuk
membimbing individu ke dalam dunia sosial. Proses ini dilakukan dengan mendidik
individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan harus diikiuti, dengan
tujuan menjadi anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok
khusus. Proses sosialisasi ini bisa dikatakan pendidikan. Segala sesuatu yang
dipelajari, dari orang tua, saudara-saudara, anggota keluaranya dan dari
seorang guru, dengan tak sadar ia akan belajar dengan mendapatkan informasi secara
isidenal dalam pelbagai situasi sambil mengamati kelakuan orang lain atupun
medengarkan percakapan orang lain, seluruh proses ini berlangsung dalam
interaksi individu dengan lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Sosialisasi
Sosialisasi identik dengan makna penyesuaian diri (Adjustment).
Konsep penyesuaian diri berasal dari biologi, dan merupakan konsep dasar dalam
teori evolusi Darwin. Menurut teori tersebut hanya organisme yang paling
berhasil menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisiknya sajalah yang dapat
bertahan hidup. Tingkah laku manusia itu dapat diterangkan sebagai
reaksi-reaksi terhadap tuntutan atau tekanan dari lingkungannya. Manusia dalam
hidup di masyarakat, tingkah lakunya tidak saja merupakan penyesuaian diri
terhadap tuntutan fisik lingkungannya, melainkan juga penyesuaian diri terhadap
tuntutan dan tekanan sosial orang lain. Proses penyesuaian itu merupakan reaksi
terhadap sejumlah tuntutan terhadap dirinya. Tuntutan tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi tuntutan internal dan eksternal. Tuntutan internal
adalah tuntutan yang berupa dorongan atau kebutuhan yang timbul dari dalam,
baik yang bersifat fisik maupun sosial. Misalnya, kebutuhan akan makanan,
minuman, seks, penghargaan, sosial persahabatan, kecintaan dan sebagainya.[1]
B.
Agen Sosialisasi
Kanak-kanak sejak kecil telah dikelilingi oleh agen-agen sosialisasi termasuk ibu, ayah, pengasuh dan juga dari keluarga yang terdekat.Apabila mereka di bangku
sekolah, agen sosialisasi telah bertambah banyak seperti sekolah sendiri, rekan sebaya dan persatuan yang mereka ikuti. Keluarga memainkan peranan yang penting dalam pembentukan tingkah laku,
sikap, nilai, motif, kepercayaan, personality dan kemahiran yang tertentu.
Perhubungan yang baik akan membentuk ikatan kekeluargaan dan kemasyarakatan
yang kukuh. Jean Piaget ahli psikologi terkenal berpendapat bahawa pembentukan
personality seseorang ialah
berdasarkan empat perkembangan kognitif seseorang, iaitu 0-2 tahun, 2-6 tahun,
6-12 tahun dan 12-15 tahun. Sekiranya seseorang kanak-kanak dapat melalui
perkembangan proses sosialisasi tersebut dengan teratur maka dapatlah ia
menyesuaikandiri dengan masyarakat.[2]
C.
Proses Sosialisasi
Proses sosial merupakan cara-cara interaksi (aksi dan reaksi) yang
dapat kita amati apabila individu-individu dan kelompok-kelompok bertemu dan
mengadalan sisten perhubungan mengenai cara-cara hidup yang telah ada. Dengan
kata lain: apabila dua orang atau lebih saling berhubungan (mengadakan
interaksi), maka akan terjadi apa yang kita namakan proses sosial. Proses ini
dapat terjadi antara orang dengan orang, orang dengan kelompok, atau kelompok
dengan kelompok. Yang satu memberi dorongan kepada yang lain, yang dibalas
dengan reaksi secara timbal balik.[3]
Proses sosialisasi juga merupakan proses belajar individu dalam
berperilaku sesuai dengan standar dalam kebudayaan masyarakat. Proses
sosialisasi juga dipandang sebagai proses akomodasi, dengan nama individu
menghambat atau mengubah impuls-impuls sesuai dengan tekanan lingkungan dan
mengembangkan pola-pola nilai tingkah laku yang baru sesuai dengan kebudayaan
masyarakat. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa: 1). Proses
sosialisasi adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi dimana individu
menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil alih cara hidup
atau kebudayaan masyarakat. 2). Dalam proses sosialisasi, individu mempelajari
kebiasaaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku, dan standar
tingkah laku dalam masyarakat dimana ia hidup. 3). Semua sifat dan kecakapan
yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai
suatu kesatuan sistem dalam diri pribadi.
D.
Proses Sosialisasi di Lingkungan Keluarga
Terdapat beberapa definisi mengenai pengertian keluarga, yaitu:
1.
Keluarga
merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ibu, ayah dan anak.
2.
Hubungan
antar anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab.
3.
Hubungan
sosial diantara anggota relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan
atau adopsi.
4.
Fungsi
keluarga ialah memelihara, merawat dan melindungi anak dalam rangka
sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.
Keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan
multi fungsional. Fungsi pengawasan, sosial pendidikan keagamaan, perlindungan
dan rekreasi dilakukan oleh keluarga terhadap anggota-anggotanya.[4]
Sebuah pepatah mengatakan bahwa perjalanan dimulai dari langkah
pertama dan tradisi yang ditumbuhkan dalam keluarga merupakan langkah awal yang
sangat penting. Pepatah ini memberi gambaran bahwa keluarga merupakan media
pertama dalam menanamkan nilai-nilai.
Jadi, Keluarga adalah orang pertama yang mengajarkan hal-hal yang
berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusia. Oleh karena itu, keluarga
dikatakan tempat pertama dan utama dalam sosialisasi.
Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain
menyebabkan seorang anak menyadari dirinya sebagai individu dan sebagai makhluk
sosial. Sebagai makhluk sosial, dalam keluarga anak akan menyesuaikan diri
dengan kehidupan bersama, yaitu saling tolong menolong dan mempelajari adat
istiadat yang berlaku dalam lingkungan dan masyarakat. Hal tersebut akan
diperkenalkan oleh orang tua yang akhirnya dimiliki oleh anak. Perkembangan
seorang anak di dalam keluarga sangat ditentukan oleh kondisi situasi keluarga
dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki orangtuanya.
Dalam keluarga, melalui interaksi dengan orang tuanya maka anak
dapat mempelajari berbagai hal, utamanya nilai-nilai sosialisasi yaitu:
1.
Nilai-nilai
Keagamaan
2.
Budi
Pekerti Luhur
3.
Gotong
royong
4.
Sikap
Merendah, Tidak Sombong, Tidak Pamer
5.
Tata
krama[5]
Dalam proses sosialisasi terjadi hubungan timbal balik antara kedua
orang tua dengan anaknya. Hubungan timbal balik ini kita sebut interaksi
sosial. Dalam interaksi ini ada beberapa metode yang memberikan pengaruh
terhadap hasil interaksi sosial yaitu:
1.
Imitasi
(meniru)
Kecenderungan meniru merupakan naluri yang mempunyai peranan yang
sangat penting dalam proses interaksi sosial. Dampak positif dari imitasi ialah
mendorong seseorang untuk mengetahui norma dan nilai yang berlaku. Misalnya,
Seorang ayah yang memberikan contoh bagaimana cara makan yang baik dalam
keluarga hal itu akan ditiru oleh anggota keluarga lainnya.
2.
Sugesti
Faktor sugesti berlangsung
bila seseorang memberi pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya kemudian
sikap itu diterima pihak lain. Misalnya, orangtua yang menceritakan
keberhasilannya dalam studi dengan menggunakan metode belajar tertentu akan
memberikan motivasi langsung pada anaknya.
3.
Identifikasi
Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri
seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Misalnya, seseorang yang ingin
menjadi seperti tokoh idolanya yang dihormati dan dikaguminya karena
kedudukannya yang lebih tinggi atau mungkin tipe-tipe ideal yang mempunyai
kelebihan yang dapat dijadikan panutan dan teladan untuk dirinya.
4.
Simpati
Simpati ialah kesenangan seseorang untuk langsung merasakan sesuatu
dengan orang lain. Perasaan simpati ini banyak timbul dari hubungan antar
manusia dan manusia lain. Misalnya, kerja sama atau tolong-menolong.
5.
Ganjaran
dan hukuman
Tingkah laku anak yang salah, tidak baik dan kurang pantas harus
mendapat hukuman, sedangkan tingkah laku yang sebaliknya mendapatkan ganjaran.
Dengan hukuman anak menjadi sadar bahwa tingkah lakunya salah, tidak baik
bahkan tidak pantas di masyarakat. Sebaliknya, dengan ganjaran anak menjadi
sadar bahwa tingkah lakunya baik, terpuji dan diterima oang lain. Melalui
proses hukuman dan ganjaran ini secara perlahan-lahan dalam diri anak
berkembang kesadaran akan norma-norma sosial.
E.
Peran Sekolah sebagai Aktor dan Agen Sosialisasi
Sekolah dapat diartikan sebagai gedung tempat belajar, waktu
berlangsungnya pelajaran, dan usaha menuntut pelajaran kegiatan belajar
mengajar. Terlepas dari pengertian ini, sekolah merupakan lembaga pendidikan
formal sebagai tempat belajar siswa. Sekolah mempunyai dua aspek penting, yaitu
aspek individu dan aspek sosial. Di satu pihak, pendidikan sekolah bertugas
mempengaruhi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan pribadi
secara optimal. Di pihak lain, pendidikan sekolah bertugas mendidik anak agar
mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal dituntut untuk dapat merekam segaka fenomena yang terjadi di masyarakat.
Selanjutnya, sekolah memberi informasi dan penjelasan kepada peserta didik
terhadap ontologis suatu peristiwa. Hal ini dapat dilakukan, disamping sekolah
memang berfungsi sebagai perekam berbagai event dalam masyarakat, juga berperan
sebagai instrumen dalam menjelaskan segala sesuatu yang terjadi dalam
masyarakat tersebut, diharapkan peserta didik dapat menentukan arah dan sikap
yang tepat dalam menyikapi suatu peristiwa.[6]
Sebagai sebuah sistem interaksi, sekolah mempunyai keterkaitan
dengan sistem lainnya di luar sekolah. Sistem luar meliputi orang tua siswa,
masyarakat di sekitar sekolah, dinas-dinas, kepolisian, lembaga keagamaan, dan
lain-lain.
Kehadiran sekolah, baik secara fisik maupun sistem, memiliki dampak
(umpan balik) terhadap lingkungan. Begitu juga, kehadiran masyarakat di sekitar
sekolah memiliki dampak bagi sekolah. Umpan balik yang menimbulkan perubahan
disebut umpan balik morfogenis, sedangkan umpan balik yang mempertahankan corak
struktur atau iteraksi yang telah ada disebut impan balik morfostatis.
Proses umpan balik ini mendorong sekolah untuk mampu memnuhi
kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, mekanisme yang ada tidak menunjang
kelangsungan proses yang ada. Sebab, sekolah lebih berorientasi pada program
baku, bukan berdasarkan tuntutan masyarakat.
Sementara itu, interaksi dalam sekolah berlangsung antara empat
kategori manusia dan antara orang-orang dalam setiap kategori. Keempat kategori
meliputi pimpinan sekolah, guru, pelajar, dan karyawan guru.[7]
BAB III
PENUTUP
Sosialisasi
identik dengan makna penyesuaian diri (Adjustment). Konsep penyesuaian
diri berasal dari biologi, dan merupakan konsep dasar dalam teori evolusi
Darwin. Menurut teori tersebut hanya organisme yang paling berhasil
menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisiknya sajalah yang dapat bertahan
hidup. Tingkah laku manusia itu dapat diterangkan sebagai reaksi-reaksi
terhadap tuntutan atau tekanan dari lingkungannya.
Proses
sosial merupakan cara-cara interaksi (aksi dan reaksi) yang dapat kita amati
apabila individu-individu dan kelompok-kelompok bertemu dan mengadalan sisten
perhubungan mengenai cara-cara hidup yang telah ada.
Keluarga
merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan multi fungsional. Fungsi
pengawasan, sosial pendidikan keagamaan, perlindungan dan rekreasi dilakukan
oleh keluarga terhadap anggota-anggotanya.[8]
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, 1991. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka
Cipta,
Idi,
Abdullah & Safarina HD. 2011, Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat
dan Pendidikan, Jakarta: PT Raja
Grasindo Persada, 2011
Mahmud. 2012. Sosiologi Pndidikan.Bandung: CV. Pustaka Setia
Padil, Moh
& Triyo Supriyatno. 2007. Sosiologi Pendidikan. Malang: UIN Malang
Press
Suhendi, Hendi
dan Ramdani Wahyu. 2001, Pengantar Sosiologi Keluarga, Bandung, Pustaka
Setia
[1] Prof. Dr. H.
Abdullah Idi, M. Ed. & Hj. Safarina HD, M. Pd., M. Si., Sosiologi
Pendidikan: Individu, Masyarakat dan Pendidikan, ( Jakarta: PT Raja
Grasindo Persada, 2011), Hal. 101-102
[2] http://norazimaabkadir.blogspot.com/2012/04/peranan.html, diakses pada
tanggal 27 Oktober 2013, pukul 12:16 WIB
[3]Drs. H. Abu
Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), Hal.
99
[5]
Suhendi, Hendi
dan Ramdani Wahyu, , Pengantar Sosiologi Keluarga, (Bandung, Pustaka
Setia, 2001)
[6] Moh. Padil & Triyo
Supriyatno, Sosiologi Pendidikan , (Malang: UIN Malang Press, 2007),
hal.145
[7] Prof.
Dr.Mahmud, M.Si, Sosiologi Pndidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), hal.
168
Tidak ada komentar:
Posting Komentar