PENDAHULUAN
Berbicara
pimpinan bisa siapa saja untuk memimpin, namun yang harus kita kritisi adalah
apakah memang dia pantas jadi Pimpinan atau apa benar ia memiliki jiwa Pemimpin
?. Sebenarnya yang harus kita cari adalah Pemimpin yakni orang-orang yang bertanggungjawab
dengan segala kesadarannya untuk menjaga amanah yang diberikan kepadanya, yang
berani ambil resiko untuk kepentingan umum meski dirinya sendiri harus
menderita. Dan seorang Pemimpin juga seharusnya memiliki kesadaran bahwa masih
ada yang lebih tinggi dari nya dan kekuasaan yang lebih luas darinya serta
suatu ketika khelak akan dimintakan pertangungjawaban oleh Penguasa yang maha
tinggi ini, yaitu Allah subhannahu wata’ala. Masalahnya masih banyak Pemimpin
dari kalangan Muslim sendiri yang kurang atau bahkan tidak memahami
kepemimpinan Islami atau paham namun tidak menerapkannya selama masa
kepemimpinannya dan cenderung terbuai dengan otoritas dan kemudahan yang
dimilikinya.
PEMBAHASAN
A.
Hadits tentang Berpikir dan Berjuang untuk Rakyat
a. Materi
Hadits
- أن عبيدالله بن زياد عاد معقلبن يسار في مرضه فقال له معقل
انيمحد ثكبحديث لولا اني فيالموتي لم احدثك
به سمعترسول الله صلى الله عليه وسلميقول :{مَا مِنْ أَمِير يَلِي أَمْر
الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لَا يَجْهَد لَهُمْ وَيَنْصَح إِلَّا لَمْ يَدْخُلمَعَهُمْ
الْجَنَّة} .
(رواه مسلم فى الصحيح)
b. Terjemah
Hadits
Sesungguhnya Ubaidillah bin Ziad menjenguk Ma’qil bin Yasar dalam sakitnya kemudian Ma’qil
berkata kepadanya: “aku akan membacakan hadits ku kepadamu, seandainya jika aku
tidak akan meninggal maka aku akan tidak membacakan hadits ini kepadamu. Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda: tidaklah seorang pemimpin yang memimpin
perkara orang muslimin kemudian dia tidak bersungguh-sungguh dan tidak berbuat
baik kepada mereka kecuali dia tidak akan masuk surga bersama mereka”(H.R. Imam
Muslim)
c. Mufrodat:
Indonesia
|
Arab
|
Sesungguhnya Ubaidullah bin Ziyad
|
نَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ زِيَادٍﺍ
|
Mengunjungi Ma’qil bin Yasar
|
عَادَ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ
|
Di (pada saat)
|
فِي
|
Sakitnya
|
مَرَضِهِ
|
Dia berkata
|
فَقَالَ
|
Ma’qil kepadanya
|
لَهُ
مَعْقِلٌ
|
'Sesungguhnya aku menceritakan kepadamu sebuah
hadits
|
إِنِّي
مُحَدِّثُكَ بِحَدِيثٍ
|
kalau bukan karena saya berada di ambang kematian
|
لَوْلَا
أَنِّي فِي الْمَوْتِ
|
Rosulullah SAW
|
رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
|
Bersabda
|
يَقُولُ
|
Tidak seorang pemimpin
|
ما من ا ﻣﻴر
|
Mengurusi
|
يلي
|
Perkara kaum muslimin
|
أَمْرَ
الْمُسْلِمِينَ
|
Bersungguh-sungguh
|
يجهد
|
Dan Menasehati
|
وَيَنْصَحُ
|
kecuali pasti tidak akan masuk
|
إِلَّا
لَمْ يَدْخُلْ
|
surga bersama mereka
|
الْجَنَّةَ
مَعَهُمْ
|
d. Biografi Rowi
RIWAYAT
HIDUP IMAM MUSLIM
(812-865
MASEHI)
Imam Muslim
bin Hajjaj menurut Ibnu Shalah lahir tahun 202 Hijriah. Dia adalah dari suku
Qusyairi (Bani Qusyair) yang merupakan golongan suku Arab di Nishapur (Iran),
pada wilayah kota Khurasan. Abdul Muslim Husein yang terkenal sebagai ahli
hadist ini akhirnya wafatnya pada hari Ahad di Nishapur (Nisabur) pada tahun
261 Hijriah, dengan berusia selama 55 tahun, yang meninggalnya diduga karena
terlalu banyak berpikir, dan dimakamkan di Nashar Abad (Nishapur).
Dia adalah penulis kitab Hadits Shahih
(Al-Jami’us Shahih), juga tergolong seorang hafidz (penghafal hadits) terkenal,
dan sebagai muhaddits (ahli hadits) yang menonjol. Hal itu terbukti setelah
mengadakan penelitian-penelitian hadits Nabi baik di Hijaz, Irak, Syam (Siria),
dan Mesir. Muslim telah mendengarkan hadits-hadits tersebut dari Imam Bukhari,
Yahya bin Yahya al-Naisaburi, Ahmad bin Hanbal, Quthaibah bin Said, Ishaq bin
Rahawaih Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi dan mereka yang lain. Didatanginay
ahli-ahli hadits di Baghdad dengan berulang kali, sedangkan akhir kunjungannya
yaitu pada tahun 259 Hijriah.
Bukunya
al-Jami’us Shahih atau al-Musnadus Shahih itu setelah mendengarkannya ribuan
hadits dari beberapa orang, hingga sejumlah 300.000 hadits.
Kata Hafiz
Abu Ali an-Naisaburi bahwa tidak ada di bawah kolong langit ini kitab hadits
yang lebih shahih dari Hadits Shahih Muslim. Pandangan ini ternyata berbeda
dengan pendapat ulama hadits yang menempatkan Hadits Shahih Bukhari yang lebih
shahih sesudah al-Qur’an. Ini dapat kita baca dalam Kasyfu Zhunun yang menyatakan
bahwa Jamiu’s Shahih Muslim adalah kitab kedua sesudah hadits Bukhari. Dengan
demikian sebagian ulama telah berbeda pendapat tentang kelebihan-kelebihan Imam
Bukhari dan Imam Muslim. Selain Abu Ali an-Nisaburi yang sama-sama dari
Nishapur dengan Muslim itu, ternyata Imam Nawawi dari Damaskus (wafat 667
Hijriah) juga menyatakan bahwa di bawah kolong langit ini tidak ada kitab yang
lebih shahih dari kitab Shahih Muslim. Dan sebenarnya pandangan Nawawi ini
telah diakui dalam hal yang sama oleh ulama Hadits dari Maghrib (Maroko). Dan
ternyata Imam Nawawi menyatakan bahwa Hadits Shahih Muslim mempunyai susunan
yang mudah, dan setiap hadits telah ditempatkan pada tempat yang layak dan
tepat, sanad-sanadnya lengkap atau bersambung, yang hal itu tidak dimiliki pada
hadits Bukhari.
Ternyata
kemudian hadits shahih Muslim telah diberi komentar oleh beberapa ulama hadits
diantaranya, yaitu: yang ditulis oleh Imam Nawawi asy-Syafi’i, dengan judul
“Al-Minhaj fi Syarhi Muslim bin Hujjaj;” Qadhi Iyadh bin Musa Maliki dengan
judul “al-Ikmal Fi Syarhi Muslim”, juga karya Abdul Ghafir bin Ismail al-Farisi
dengan judul “al-Mafhum fi Syarhi Gharib Muslim, dan lainnya.
e. Keterangan Hadits:
Dari hadits di atas yang diriwayatkan oleh muslim, tentang berpikir dan
berjuang untuk rakyatnya merupakan salah satu tanggung jawab yang besar bagi
setiap pemimpin (penguasa). Pimpinan
memiliki pemahaman bahwa seseorang yang ditunjuk untuk memiliki tanggung jawab
memimpin oleh karena Pengangkatan, dalam artian bahwa suka atau tidak suka dari
bawahannya, ia akan tetap memimpin bawahan-bawahannya tersebut.
Dalam hadits tersebut juga dijelaskan bahwa seorang pemimpin yang tidak
bersungguh-sungguh menjaga amanatnya dan tidak memelihara rakyatnya maka ia
tidak akan mencium bau surga bersama orang-orang yang beruntung.
Pemimpin itu harus menjadi pendengar setia dan penjaga keadilan untuk
kesejahtraan rakyatnya sehingga rakyat menjadi merasa tentram dan akan
melakukan yang terbaik karena memang mereka Ikhlas untuk dipimpin.
f.
Aspek Tarbawi:
1.
Seorang pemimipin selayaknya harus
melaksanakan semua kewajibannya agar ia tidak tergolong orang yang mendholimi
rakyatnya, yang kelak akan mandapatkan siksa neraka.
2.
Seorang pemimpin harus berani
menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, serta bertanggung jawab yang senantiasa mau
menerima keritik dan mendengarkan pengaduan rakyatnya.
3.
Kejujuran dan rendah hati adalah
kunci kesuksesan seorang pemimpin untuk memperoleh kepercayaan dan dukungan
dari orang-orang yang dia pimpin.
B.
Hadits
tentang Penyelewengan Tugas Merusak Tatanan
a. Materi
Hadits
- عاد عـبـيـد الله بن زياد معـقـل بن يـسار المزني في مرضه الـذي
مات فـيه قال معـقـل اني محـدثـك حد يـثا سـمعـته من رسول الله صلى الله عـليه
وسلم : { لوعـلمت أن لي حياة ما حدثـتـك إني سمعـت رسول الله صلى الله عـليه وسلم
: يـقول مامن عـبـد يـسـتـرعـيه الله رعـية يـموت يـوم يـموت وهـو غاش لرعـيـته
إلا حرم الله عـليه الجنة } . ( رواه مسلم فى الصحـيـح, كتاب الإيمان, باب استحقاق
الوال العاش لرعـيـة الناس )
b. Artinya:
Ubaidullah bin Ziyad menjenguk
Ma’qil bin Yasar Al-Muzani. Di dalam sakitnya Ma’qil yang menyebabkan
kematiannya. Ma’qil berkata
sesungguhnya aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadis yang aku dengar dari
Rasulullah SAW. Seumpama saya tahu bahwa saya akan hidup maka saya tidak akan
menceritakan kepadamu, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda “tidak ada seorang
hamba pun yang diberi oleh Allah kepercayaan mengurus rakyat yang mati di hari
matinya dia menipu rakyatnya kecuali Allah mengharamkannya masuk surga”.(H.R. Imam
Muslim)
c. Mufrodat:
مرضه : sakit
يسترعيه: diberi amanat
رعيّة :memimpin rakyat
يموت :mati
غاش :menipu
لرعيّته :rakyatnya
حرم :haram
جنّة :surga
d. Keterangan:
SAMI’TUN NABIYA YAQULU : MA MIN ‘ABDIN ISTAR’AHULLAHU RA’IYYATAN FALAM
YAHUTHHA BINASHIHATIN ILLA LAM YAJID RAIHATAL JANNATI = sesungguhnya aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda “tidak
ada seorang hamba pun yang diberi oleh Allah kepercayaan mengurus rakyat yang
mati di hari matinya dia menipu rakyatnya kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.
Ya’ni: Nabi menerangkan bahwa orang yang dipilih
menjadi kepala rakyat tetapi tidak memelihara rakyatnya dan tidak melayani
kebutuhan-kebutuhan mereka dengan jujur dan ikhlas, tiada akan mencium bau syurga
(tiada masuk ke dalam syurga).
Para ulama berkata: “Sabda
Nabi, tiadalah dia dapat mencium bau syurga”, ditakwilkan dengan dua takwil.
Pertama, dengan mengartilkan bahwa penguasa
yang tidak dapat mencium bau syurga itu adalah penguasa yang memandang bahwa
dia tidak berdosa karena tidak memelihara dan tidak melayani rakyatnya. Kalau
dia memandang bahwa dengan perbuatannya itu, tidaklah diharamkan dari masuk
syurga.
Kedua, dengan
mengartikan bahwa penguasa itu, tidak dimasukkan kedalam syurga bersama-sama
orang yanh dapat prioritas pertama. bukanlah ma’nanya bahwa penguasa yang
demikian itu dikekalkan dalam neraka.
Al Qadli
‘Iyadl berkata : “Hadits ini jelas mempertakutkan para kepala (para penguasa)
dari menipu rakyat yang mereka urusi, yaitu dengan jalan tidak memperhatikan
kepentingan ra’yat, tidak menuntun ra’yat beragama dengan agama Allah yang
benar (Islam) dan tidak memelihara syari’at, serta tidak membelanya, atau tidak
berlaku terhadap rakyat. Sesungguhnya Nabi SAW memperingatkan dengan hadits ini
bahwa berlaku tidak jujur terhadap rakyat, adalah perbuatan dosa besar yang
membinasakan lagi menjauhkan dari syurga”.
Hadits ini
memberi pengertian, bahwa seseorang yang diserahkan segalanya urusan rakyat,
lalu dia tidak memelihara rakyatnya dengan baik dan tidak memperhatikan
urusan-urusan rakyat yang membawa mereka kepada kebaikan dan kejayaan, tidak
akan masuk syurga.
e. Aspek Tarbawi:
1.
Pemimpin adalah mereka yang diberi
amanah untuk menjaga rakyatnya dengan baik.
2.
Seorang hamba yang diminta oleh
Allah untuk menjaga rakyat, dan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik,
maka(dia mati dalam keadaan menipu mereka) maka Allah mengaharamkan baginya
syurga.
3.
Seorang pemimpin harus memberikan suri tauladan yang baik kepada pihak-pihak
yang dipimpinnya.
PENUTUP
Hadits ini jelas mempertakutkan para kepala (para penguasa) dari menipu
rakyat yang mereka urusi, yaitu dengan jalan tidak memperhatikan kepentingan
ra’yat, tidak menuntun ra’yat beragama dengan agama Allah yang benar (Islam)
dan tidak memelihara syari’at, serta tidak membelanya, atau tidak berlaku
terhadap rakyat. Sesungguhnya Nabi SAW memperingatkan dengan hadits ini bahwa
berlaku tidak jujur terhadap rakyat, adalah perbuatan dosa besar yang
membinasakan lagi menjauhkan dari syurga.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi, Imam Abi Zakaria
Yahya bin Syarif. 1995. Shahih muslim. Bairut libanon: Darul fikri.
Ash-Shiddieqy, T.M Hasbi. 2002 Mutiara Hadits jilid I. Jakarta.
Bulan Bintang
An-Nawawi, Imam Abi Zakaria Yahya bin Syarif. 1995. Shahih muslim.
Bairut libanon: Darul fikri.
Ash-Shiddieqy,
T.M Hasbi. 2002 Mutiara Hadits jilid I. Jakarta. Bulan Bintang