Rabu, 13 November 2013

PENDEKATAN KONSELING



PENDEKATAN KONSELING
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah                : Bimbingan & Konseling
Dosen Pengampu        : Atiyatul Maula, M.Psi


Oleh:
1.      Amalia                                           202 111 0089
2.      Arista Nur Aviana                         2021 111 234
3.      Jihad Syar’i                                   2021 111 250
4.      Mayda Ar Rahmah                       2021 111 272
5.      Fauzan Khusnul Khuluq               2021 111 278

Kelas: A

TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Tindakan yang dilakukan seseorang dapat dijelaskan dari beberapa sudut pandang yang berbeda. Banyak pendekatan yang yang memungkinkan diterapkan, tetapi pendekatan disini memberikan suatu pandangan terhadap berbagai konsep penting dalam psikologi modern.
Perlu didingat bahwa semua pendekatan ini sama sekali tidak berdiri sendiri melainkan setipa pendekatan terfokus pada aspek-aspek yang berbeda dari suatu masalah yang kompleks. Tidak ada pendekatan yang benar atau salah dalam studi psikologi. Sebagian besar ahli psikologi memilih dan menggabungkan sintesis beberapa pendekatan dalam menguraikan fenomena psikologi.
















BAB II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN KONSELING
A.  Pengertian
Kata Pendekatan terdiri dari kata dasar dekat dan mendapat imbuhan Pe-an yang berarti hal, usaha atau perbuatan mendekati atau mendekatkan. Jadi Pendekatan Bimbingan dan Konseling adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seorang konselor untuk mendekati kliennya sehingga klien mau menceritakan masalahnya.
Metode dalam pengertian harfiyah, adalah "jalan yang harus dilalui" untuk mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Namun pengertian hakiki dari metode tersebut adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik sarana tersebut berupa fisik seperti alat peraga, administrasi, dan pergedungan di mana proses kegiatan bimbingan berlangsung, bahkan pelaksana metode seperti pembimbing sendiri adalah termasuk metode juga dan sarana non fisik seperti kurikulum, contoh, teladan, sikap dan pandangan pelaksana metode, lingkungan yang menunjang suksesnya bimbingan dan cara-cara pendekatan dan pemahaman terhadap sasaran metode seperti wawancara, angket, tes psikologis, sosiometri dan lain sebagainya.[1]
Pendekatan konseling (counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, akan memudahkan dalam menentukan arah proses konseling.[2]



B.  Macam-Macam Pendekatan Konseling
1.      Pendekatan Afektif
a.      Psikoanalisis
Terapi psikoanalisis berusaha membantu individu untuk mengatasi ketegangan psikis yang bersumber pada rasa cemas dan rasa terancam yang berlebih-lebihan (anxiety). Menurut pandangan Freud, setiap manusia didorong oleh kekuatan-kekuatan irrasional di dalam dirinya sendiri, oleh motif-motif yang tidak disadari sendiri, dan oleh kebutuhan-kebutuhan alamiah yang bersifat biologis dan naluri.  Bila dorongan itu tidak selaras dengan apa yang diperkenankan serta diperbolehkan menurut kata hati seseorang, timbul ketegangan psikis yang disertai kecemasan dan ketidaktenangan tinggi.[3]
Pengertian psikoanalisis mencakup tiga aspek: (1) sebagai metode penelitian proses-proses psikis; (2) sebagai suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis; (3) sebagai Teori Kepribadian.
Di dalam gerakannya, Psikoanalisis mempunyai beberapa prinsip yakni:
1)      Prinsip konstansi, artinya bahwa kehidupan psikis manusia cenderung untuk mempertahankan kuantitas konflik psikis pada taraf serendah mungkin , atau setidak-tidaknya taraf yang stabil. Dengan perkataan lain bahwa kondisi psikis manusia cenderung dalam keadaan konflik yang permanen (tetap).
2)      Prinsip kesenangan, artinya kehidupan psikis manusia cenderung menghindarkan ketidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan (pleasure principle).
3)      Prinsip realitas, yaitu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan keadaan nyata.
Tujuan konseling aliran psikoanalisis adalah untuk membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal yang tak disadari menjadi sadar kembali. Proses konseling dititikberatkan pada usaha konselor agar klien dapat direkonstruksi kembali. Jadi penekanan konseling adalah pada aspek afektif sebagai pokok pangkal munculnya ketaksadaran manusia.
Secara sistematis proses konseling yang dikemukakan dalam urutan fase-fase konseling adalah sebagai berikut:
(1)   Membina hubungan konseling yang terjadi pada tahap awal konseling
(2)   Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya, dan melakukan transferensi.
(3)   Tilikan terhadap masa lalu klien terutama  pada masa kanak-kanaknya
(4)   Pengembangan resistensi untuk pemahaman diri
(5)   Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor. Transferensi adalah apabila klien menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu sehubungan dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan, yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan ditempatkan pada konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor.
(6)   Melanjutkan lagi hal-hal yang resistensi
(7)   Menutup wawancara konseling
Konselor mengusahakan agar klien mengembangkan transferensinya agar terungkap neurosisnya terutama pada usia selama lima tahun pertama dalam hidupnya. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif, agar terungkap transferensi tersebut.[4]
Selama proses terapi, client menerapkan perasaan terpendam terhadap orang tertentu serta segala konflik yang dialaminya kepada konselor. Dengan kata lain, perasaan terpendam tersebut dihidupkan kembali dan dilimpahkan kepada konselor sebagai wakil dari pihak/orang itu (transference) . Perasaan, pertentangan dan konflik yang sengaja ditimbulkan itu, kemudian diolah kembali sampai client menjadi sadar akan berbagai dorongan yang ternyata berperanan sekali dalam kehidupannya sampai sekarang. Kesadaran ini memungkinkan suatuperubahan keadaan dalam batin client dan dalam cara mengatur kehidupannya sendiri.
b.      Psikologi Individual
Aliran Psikologi Individual (Individual Psyhology) dipelopori Alfred Adler dan dikembangkan sebagai sistematika terapi oleh Rudolf Dreikurs dan Donald Dinkmeyer, yang dikenal dengan nama Adlerian Counseling. Dalam corak terapi ini perhatian utama diberikan pada kebutuhan seseorang untuk menempatkan diri dalam kelompok sosialnya. Ketiga konsep pokok dalam corak terapi ini adalah rasa rendah diri (inferiority feeling), usaha untuk mencapai keunggulan (striving for superiority), dan gaya hidup perseorangan (a person’s lifestyle).  Manusia kerap mengalami rasa rendah diri karena berbagai kelemahan dan kekurangan yang mereka alami, dan berusaha untuk menghilangkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri melalui aneka usaha mencari kompensasi terhadap rasa rendah diri itu, dengan mengejar kesempurnaan dan keunggulan dalam satu atau beberapa hal. Dengan demikian, manusia bermotivasi untuk menguasai situasi hidupnya, sehingga dia merasa puas dapat menunjukkan keunggulannya, paling sedikit dalam bayangannya sendiri.
Selama proses terapi, konselor mengumpulkan informasi tentang kehidupan client di masa sekarang dan di masa lampau sejak berusia sangat muda, antara lain berbagai peristiwa di masa kecil yang masih diingat, urutan kelahiran dalam keluarga, impian-impian, dan keanehan dalam perilaku. Dari semua informasi itu konselor menggali perasaan rendah diri pada konseling yang bertahan sampai sekarang dan menemukan segala usahanya untuk menutupi perasaannya itu melalui suatu bentuk kompensasi, sehingga mulai tampak gaya hidup perseorangan. Selanjutnya konselor membantu client untuk mengembangkan tujuan-tujuan yang lebih konstruktif.[5]
c.       Terapi Gestalt
Terapi Gestalt dikembangkan oleh Frederick Perls. Menurut Teori Gestalt tujuan konseling adalah membantu klien menjadi individu yang merdeka dan berdiri sendiri. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan : (1) usaha membantu penyadaran klien tentang apa yang dilakukannya; (2) membantu penyadaran tentang siapa dan hambatan tentang dirinya; (3) membantu klien untuk menghilangkan hambatan dalam pengembangan diri.
Dalam corak terapi ini konselor membantu client untuk menghayati diri sendiri dalam situasi kehidupannya yang sekarang dan menyadari halangan yang diciptakan sendiri untuk merasakan serta meresapi makna dari konstelasi pengalaman hidup.
Keempat konsep pokok dalam terapi ini adalah penghayatan diri sendiri dalam situasi hidup yang konkret (awareness), tanggung jawab perseorangan (personal responsibility), keutuhan dan kebulatan kepribadian seseorang (unity of the person), dan penyadaran akan berbagai halangan yang menghambat penghayatan diri sendiri (blocked awareness). Client harus mengusahakan keterpaduan dari integrasi dari berpikir, berperasaan dan berperilaku yang mencakup semua pengalamannya yang nyata pada saat sekarang. Client tidak boleh berbicara saja tentang kesulitan dan kesukaran yang dihadapi, karena berbicara itu mudah menjadi suatu permainan memutarbalikkan kata-kata (word game), tanpa disertai penghayatan seluruh perasaannya sendiri dan tanpa menyadari tanggung jawabnya sendiri. Oleh karena itu, konselor mendesak client untuk menggali macam-macam perasaan yang belum terungkapkan secara jujur dan terbuka.
Berbeda dengan kebanyakan terapi yang lain, Terapi Gestalt membuat client merasa frustasi (berada di jalan buntu), tetapi frustasi itu di pandang sebagai landasan bagi usaha baru yang lebih konstruktif. Dengan kata lain, mengakui kegagalan dalam diri sendiri adalah cermin bagi diri sendiri pula.
d.      Konseling Eksistensial
Aliran Konseling Eksistensial (Existensial Counseling) tidak terikat pada nama salah seorang pelopor. Konseling Eksistensial dilaksanakan dengan berbagai variasi, yang semuanya dengan satu atau lain cara mengambil inspirasinya dari karya-karya ilmuwan falsafah di Eropa Barat. Konseling Eksistensial sangat menekankan implikasi dari falsafah hidup ini dalam menghayati makna kehidupan manusia di dunia ini. Konseling Eksistensial berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang mencakup: kemampuan kesadaran diri; kebebasan untuk memilih dan mennetukan nasib dirinya sendiri; tanggung jawab pribadi; kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan batin; usaha untuk menemukan makna dari kehidupan manusia; keberadaaan dalam komunikasi dengan manusia lain; kematian; serta kecenderungan dasar untuk mengembangkan dirinya secara maksimal mungkin.
Selama wawancara konseling, client membuka pikiran dan perasaannya, bagaimana dia menghadapi dan meresapi kehidupan di dunia ini. Sebaliknya, konselor juga membuka diri dan ingin berkomunikasi sebagai manusia yang menghadapi beraneka tuntutan kehidupan manusiawi yang sama. Melalui proses komunikasi antar pribadi ini, client mulai semakin menyadari kemampuannya sendiri untuk mengatur dan menentukan arah hidupnya sebdiri secara bebas dan bertanggung jawab. Dalam hal ini client belajar dari konselor yang mengkomunikasikan suatu sikap hidup penuh rasa dedikasi terhadap segala tuntutan hidup sabagai tanggung jawab pribadi.
2.      Pendekatan Kognitif
a.      Analisis Transaksional
Aliran Transaksional (Transactional Analysis) dipelopori oleh Eric Berne dan diuraikan dalam bebebrapa buku yang dikarang oleh Berne sendiri. Analisis Transaksional menekankan pada pola interaksi antara orang-orang, baik yang verbal maupun yang nonverbal (transactions). Corak konseling ini dapat diterapkan dalam konseling individual, tetapi dianggap paling bermanfaat dalam  konseling kelompok, karena konselor mendapat kesempatan untuk langsung mengamati pola-pola interaksi antara seluruh anggota kelompok. Perhatian utama diberikan pada manipulasi dan siasat yang digunakan oleh orang dalam berkomunikasi satu sama lain (games people play). Dibedakan antara tiga pola berperilaku atau keadaan diri (ego states), yaitu orang tua (parent), orang dewasa (adult), dan anak (child). Keadaan orang tua (parent ego state) adalah berperilaku yang dianjurkan oleh pihak orang atau instansi sosial yang berperanan penting selama masa pendidikan seseorang, seperti orang tua kandung, sekolah, dan badan keagamaan. Keadaan orang dewasa (adult ego state) adalah bagian kepribadian ynag berhadapan dengan realitas sebagaimana adanya dan mengolah fakta serta data untuk membuat keputusan-keputusan. Keadaan anak kecil (childs ego state) adalah bagian kepribadian yang didorong oleh beraneka perasaan spontan dan keinginan untuk melakukan apa yang disukai, seperti dapat disaksikan dalam perilaku tindakan anak kecil. Dalam keadaan ini orang berperilaku secara bebas dan spontan. Tiga keadaan diri ini tidak terikat pada umur atau fase perkembanagn tertentu, sehingga seorang yang berumur dewasa berada dalam salah satu dari tiga keadaan diri itu dan dapat berpindah dari keadaan diri yang satu ke keadaan yang lain.
Selama proses konseling orang belajar mengidentifikasikan tiga keadaan diri pada dirinya sendiri dan menyadari keadaan diri manakah yang menjadi dominan serta menentukan pola interaksi dengan orang-orang lain. Konselor memberikan informasi tentang pola-pola interaksi sosial sesuai dengan keadaan diri (transaction), dan membantu untuk menganalisis diri sendiri sehingga disadari keadaan diri mana yang dominan dalam perilakunya.
Jadi, tujuan dari konseling menurut pendekatan Analisis Transaksional ialah supaya client menjadi sadar akan seluruh hambatan yang diciptakannya sendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain, serta kemudian mengembangkan suatu pola interaksi sosial yang sesuai dengan situasi dan kondisi, dengan menempatkan diri dalam keadaan diri yang memungkinkan proses komunikasi yang sehat.
b.      Sistematika Carkhuff
Sistematika ini merupakan pola pendekatan tersendiri, yang dikembangkan oleh Robert R.Carkhuff dan diuraikan serta dipertanggungjawabkan dalam banyak publikasi. Dalam sistematika Carkhuff proses konseling dipandang sebagai suatu proses belajar, baik bagi client sebagai orang yang dibantu (helpee) maupun bagi konselor sebagai orang yang membantu (helper).
Dalam sejarah perkembangan teori-teori konseling Carkhuff menemukan dua konsepsi pokok serta dua pola dasar pendekatan dalam konseling, yaitu konsepsi serta pendekatan yang menekankan memahami (insight approach) dan konsepsi serta pendekatan yang mengutamakan bertindak (action approach). Kedua pola pendekatan dipandang sebagai pola yang erat sebelah dan kurang menjamin keberhasilan dalam konseling, karena memahami tidak dituangkan dalam suatu program nyata, dan bertindak tidak didasarkan pada pengertian serta keyakinan yang harus menjamin kelangsungan dari berbagai tindakan yang diambil.
Supaya orang mengubah diri dan mengubah perilakunya, dibutuhkan baik pemahaman maupun bertindak. Oleh karena itu kedua pola pendekatan harus dipadukan dalam suatu pendekatan sistematis yang menjamin efisiensi dan efektifitas dari proses konseling serta menghasilkan perubahan positif yang nyata dalam perilaku client. Orang yang menjalani proses konseling akan melewati tiga fase pokok dalam proses itu, yaitu eksplorasi (exploration), pemahaman diri (understanding), dan bertindak (action).
Ketiga fase dalam proses konseling, yaitu eksplorasi, pemahaman diri, dan bertindak, didahului oleh suatu fase persiapan, dimana konseli melibatkan diri dalam proses konseling (involment).
Bagan Proses Konseling menurut Robert Carkhuff
Fase dalam Proses
Aktivitas Client/ Konseli
Keterampilan Konselor
1.  Keterlibatan







2.  Eksplorasi








3.  Pemahaman











4.  Bertindak
1.         Melibatkan diri:
a.         Menghadap konselor
b.         Mengungkapkan sesuatu secara verbal dan nonverbal
c.         Mulai mengutarakan masalah pribadi yang dihadapi


2.         Menggali aspek-aspek penting dalam masalah yang dihadapi:
a.         Mengambil unsur-unsur pokok dalam masalah
b.         Meninjau makna bagi dirinya
c.         Menghayati perasaan-perasaaan yang timbul
d.         Melihat alasan-alasan timbulnya semua reaksi perasaan itu

3.         Menyadari bahwa masalah adalah problem dirinya sendiri, yang tidak dapat ditimpahkan pada orang lain; dia sendiri bertanggung jawab mengatasinya:
a.         Akibat permasalahan bagi dirinya
b.         Merumuskan masalah dalam bentuk “Problemku adalah.....”
c.         Menyadari perasaan sendiri dalam menghadapi masalah ini, disertai alasan erperasaan demikian.
d.         Menetapkan tujuan yang ingin dicapai, sehingga masalah dapat diatasi

4.         Mengimplementasikan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu program kerja yang konkret;

1.         Melibatkan konseli dengan meggunakan attending skilss, seperti merapikan meja; mengamati isyarat-isyarat nonverbal; mendengrakan dan menunjukkan penerimaan, (Keterampilan ini tetap dibutuhkan dalam fase-fase selanjutnya.


2.         Membantu client menggali aspek-aspek penting dengan menggunakan responding skills, seperti Refleksi dan Klarifikasi Perasaan; Permintaan untuk Melanjutkan; Pertanyaan-pertanyaan Spesifik.




3.         Membantu konseli memahami diri berkaitan dengan masalah yang dihadapi dan menerima tanggung jawab terhadap masalah itu, dengan menggunakan personalizing skills,seperti Refleksi, Klarifikasi, Interpretasi, Konfrontasi, Diagnosis, Penyajian Alternatif-alternatif, Pemberian Umpan Balik.




4.         Membantu konseli menuangkan kemauan untuk mencapai tujuan dalam bentuk rencana urutan langkah kerja yang konkret, dengan menggunaka initiating skills, seperti Pemberian Struktur, Penyelidikan, Pemberian Informasi, Usul/Saran, Pemberian Umpan Balik, Dukungan



3.      Pendekatan Behavioristik
a.      Reality Theraphy
Reality Therapy dikembangkan oleh William Glasser. Yang dimaksudkan dengan reality ialah suatu standar atau patokan objektif, yang menjadi kenyataan atau realitas yang harus diterima, realitas atau kenyataan dapat berwujud suatu realitas praktis, realitas sosial, atau realitas moral.
Sesuai dengan pandangan behavioristik,  yang terutama disoroti pada seseorang adalah tingkah lakunya yang nyata. Tingkah laku itu dievaluasi menurut kesesuaian atau ketidaksesuaiannya dengan realitas yang ada.v
Selama proses konseling, konselor membantu client untuk menilai kembali tingkah lakunya dari sudut bertindak secara bertanggung jawab. Dengan demikian, proses konseling bagi client menjadi pengalaman belajar menilai diri sendiri dan, dimana perlu, menggantikan tingkah laku yang keliru dengan tingkah laku yang tepat. Sampai taraf tertentu, konselor berperan sebagai seorang guru yang mengajarkan tata cara bertindak secara bertanggung jawab, memberikan pujian bilamana client mulai bertindak secara tepat, dan mencela bila client tidak bertindak secara bertanggung jawab.
b.      Multimodal Counseling
Pelopornya adalah A. Lazarus yang mengembangkan pendekatan ini selama 1970-an dan menyaksikan perluasan aplikasi pendekatan ini oleh banyak konselor sekolah selama dasawarsa berikutnya, antara lain karena sifatnya yang sangat elektik dan berasaskan pada wawasan yang sangat luas.
Pendekatan ini berakar dalam medan teori behavioristik, tetapi sekaligus mencakup banyak unsur lain yang saling berkaitan dalam lingkup sejarah perkembangan, proses belajar dan hubungan antarpribadi. Selain itu, pendekatan ini sekaligus dirancang untuk mengembangkan suatu proses konseling yang dapat memenuhi kebutuhan masing-masing client.
Untuk itu selama proses konseling perhatian konselor terpusatkan pada tujuh faktor atau komponen dalam pola kehidupan client, yaitu:
1.      Perilaku nyata (Behavior)
2.      Alam perasaan (Affect)
3.      Proses persepsi melalaui alat indera (Sensation)
4.      Konsep diri dalam bebagai aspeknya (Imagery)
5.      Keyakinan dan nilai-nilai dasar sebagai pegangan dalam berpikir dan menentukan sikap (Cognition)
6.      Hubungan antar pribadi dengan orang dekat (Interpersonal Relationship)
7.      Keadaan fisik serta kesehatan jasmani (Biological Functioning)
Bilamana diambil ketujuh huruf pertama dalam bahasa Inggris, dengan menggantikan huruf yang terakhir B menjadi D (Drugs = obat), diperoleh akronim BASIC-ID yang menjadi kerangka berpikir dan pegangan mental bagi konselor dalam mengumpulkan data tentang pola kehidupan client.
Data yang terhimpun itu kemudian dikaji oleh client dengan mengaitkannya satu sama lain, sehingga pola kehidupan client dapat dikonsepsikan secra jelas dan ditemukan sumber timbulnya masalah pada saat sekarang. Kemudian ditentukan cara menanggulangi masalah yang paling tepat dan cara membantu client mengatasi masalah yang paling efisien, dengan memilih dari sekian banyak siasat yang tersedia.







BAB III
KESIMPULAN
Pendekatan konseling (counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, akan memudahkan dalam menentukan arah proses konseling
Pendekatan Konseling meliputi:
1.      Pendekatan Afektif
a.       Psikoanalisis
b.      Psikologi Individual
c.       Terapi Gestalt
d.      Konseling Eksistensial
2.      Pendekatan Kognitif
a.       Analisis Transaksional (TA)
b.      Sistematika Carkhuff
3.      Pendekatan Behavioristik
a.       Reality Therapy
b.      Multimodal Counseling













DAFTAR PUSTAKA
Willis, Sofyan S. 2005. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
Winkel, W. S. 2006.  Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Rasindo Gramedia Widiasarana Indonesia



[1] http://ki-stainsamarinda.blogspot.com/2012/08/pendekatan-konseling.html. diakses pada tanggal 28 Oktober 2013, pukul: 11:15 WIB
[2] Sofyan S. Willis, Konseling Individual: Teori dan Praktek, ( Bandung: Alfabeta, 2005), hlm.55
[3] W. S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, ( Yogyakarta: Rasindo Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006), hlm. 421-422
[4] Sofyan. S. Willis., Op.Cit., hlm. 62-63
[5] Ibid, hlm.422

1 komentar:

  1. Rummy's Casino - DrmCAD
    Rummy's Casino. Rummy's. A 서귀포 출장마사지 small 포천 출장샵 hotel located in the entertainment 아산 출장샵 district near 인천광역 출장마사지 the center of the Las Vegas Strip, 수원 출장안마 Las Vegas is

    BalasHapus

g
o
l
B
y
m
n
i
n
a
l
h
a
S
a
w
n
a
l
h
A