PENDEKATAN
KONSELING
MAKALAH
Disusun guna
memenuhi tugas:
Mata Kuliah :
Bimbingan & Konseling
Dosen Pengampu :
Atiyatul Maula, M.Psi

Oleh:
1.
Amalia
202
111 0089
2.
Arista
Nur Aviana 2021
111 234
3.
Jihad
Syar’i 2021
111 250
4.
Mayda
Ar Rahmah 2021 111 272
5.
Fauzan
Khusnul Khuluq 2021 111 278
Kelas:
A
TARBIYAH
PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
Tindakan
yang dilakukan seseorang dapat dijelaskan dari beberapa sudut pandang yang
berbeda. Banyak pendekatan yang yang memungkinkan diterapkan, tetapi pendekatan
disini memberikan suatu pandangan terhadap berbagai konsep penting dalam psikologi
modern.
Perlu
didingat bahwa semua pendekatan ini sama sekali tidak berdiri sendiri melainkan
setipa pendekatan terfokus pada aspek-aspek yang berbeda dari suatu masalah
yang kompleks. Tidak ada pendekatan yang benar atau salah dalam studi psikologi.
Sebagian besar ahli psikologi memilih dan menggabungkan sintesis beberapa pendekatan
dalam menguraikan fenomena psikologi.
BAB
II
PEMBAHASAN
PENDEKATAN KONSELING
A.
Pengertian
Kata Pendekatan
terdiri dari kata dasar dekat dan mendapat imbuhan Pe-an yang berarti hal,
usaha atau perbuatan mendekati atau mendekatkan. Jadi
Pendekatan Bimbingan dan Konseling adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
seorang konselor untuk mendekati kliennya sehingga klien mau menceritakan
masalahnya.
Metode dalam
pengertian harfiyah, adalah "jalan yang harus dilalui" untuk
mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari meta yang
berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Namun pengertian hakiki
dari metode tersebut adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan, baik sarana tersebut berupa fisik seperti alat peraga,
administrasi, dan pergedungan di mana proses kegiatan bimbingan berlangsung,
bahkan pelaksana metode seperti pembimbing sendiri adalah termasuk metode juga dan
sarana non fisik seperti kurikulum, contoh, teladan, sikap dan pandangan
pelaksana metode, lingkungan yang menunjang suksesnya bimbingan dan cara-cara
pendekatan dan pemahaman terhadap sasaran metode seperti wawancara, angket, tes
psikologis, sosiometri dan lain sebagainya.[1]
Pendekatan konseling
(counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar bagi
suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika dapat
dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, akan memudahkan dalam
menentukan arah proses konseling.[2]
B.
Macam-Macam Pendekatan Konseling
1.
Pendekatan Afektif
a.
Psikoanalisis
Terapi psikoanalisis berusaha membantu individu untuk mengatasi
ketegangan psikis yang bersumber pada rasa cemas dan rasa terancam yang
berlebih-lebihan (anxiety). Menurut pandangan Freud, setiap manusia
didorong oleh kekuatan-kekuatan irrasional di dalam dirinya sendiri, oleh
motif-motif yang tidak disadari sendiri, dan oleh kebutuhan-kebutuhan alamiah
yang bersifat biologis dan naluri. Bila
dorongan itu tidak selaras dengan apa yang diperkenankan serta diperbolehkan
menurut kata hati seseorang, timbul ketegangan psikis yang disertai kecemasan
dan ketidaktenangan tinggi.[3]
Pengertian psikoanalisis mencakup tiga aspek: (1) sebagai metode penelitian
proses-proses psikis; (2) sebagai suatu teknik untuk mengobati
gangguan-gangguan psikis; (3) sebagai Teori Kepribadian.
Di dalam gerakannya, Psikoanalisis mempunyai beberapa prinsip
yakni:
1)
Prinsip
konstansi, artinya bahwa kehidupan psikis manusia cenderung untuk
mempertahankan kuantitas konflik psikis pada taraf serendah mungkin , atau
setidak-tidaknya taraf yang stabil. Dengan perkataan lain bahwa kondisi psikis
manusia cenderung dalam keadaan konflik yang permanen (tetap).
2)
Prinsip
kesenangan, artinya kehidupan psikis manusia cenderung menghindarkan
ketidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan (pleasure
principle).
3)
Prinsip
realitas, yaitu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan keadaan nyata.
Tujuan konseling aliran
psikoanalisis adalah untuk membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan
jalan mengembalikan hal yang tak disadari menjadi sadar kembali. Proses
konseling dititikberatkan pada usaha konselor agar klien dapat direkonstruksi kembali.
Jadi penekanan konseling adalah pada aspek afektif sebagai pokok pangkal
munculnya ketaksadaran manusia.
Secara sistematis proses konseling
yang dikemukakan dalam urutan fase-fase konseling adalah sebagai berikut:
(1)
Membina
hubungan konseling yang terjadi pada tahap awal konseling
(2)
Tahap
krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya, dan melakukan
transferensi.
(3)
Tilikan
terhadap masa lalu klien terutama pada
masa kanak-kanaknya
(4)
Pengembangan
resistensi untuk pemahaman diri
(5)
Pengembangan
hubungan transferensi klien dengan konselor. Transferensi adalah apabila klien
menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu sehubungan dengan cinta,
seksualitas, kebencian, kecemasan, yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan
ditempatkan pada konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai
konselor.
(6)
Melanjutkan
lagi hal-hal yang resistensi
(7)
Menutup
wawancara konseling
Konselor
mengusahakan agar klien mengembangkan transferensinya agar terungkap
neurosisnya terutama pada usia selama lima tahun pertama dalam hidupnya.
Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif, agar
terungkap transferensi tersebut.[4]
Selama proses terapi, client menerapkan perasaan terpendam terhadap
orang tertentu serta segala konflik yang dialaminya kepada konselor. Dengan
kata lain, perasaan terpendam tersebut dihidupkan kembali dan dilimpahkan
kepada konselor sebagai wakil dari pihak/orang itu (transference) .
Perasaan, pertentangan dan konflik yang sengaja ditimbulkan itu, kemudian
diolah kembali sampai client menjadi sadar akan berbagai dorongan yang ternyata
berperanan sekali dalam kehidupannya sampai sekarang. Kesadaran ini
memungkinkan suatuperubahan keadaan dalam batin client dan dalam cara mengatur
kehidupannya sendiri.
b.
Psikologi Individual
Aliran Psikologi Individual (Individual Psyhology)
dipelopori Alfred Adler dan dikembangkan sebagai sistematika terapi oleh Rudolf
Dreikurs dan Donald Dinkmeyer, yang dikenal dengan nama Adlerian Counseling.
Dalam corak terapi ini perhatian utama diberikan pada kebutuhan seseorang untuk
menempatkan diri dalam kelompok sosialnya. Ketiga konsep pokok dalam corak
terapi ini adalah rasa rendah diri (inferiority feeling), usaha untuk
mencapai keunggulan (striving for superiority), dan gaya hidup
perseorangan (a person’s lifestyle).
Manusia kerap mengalami rasa rendah diri karena berbagai kelemahan dan
kekurangan yang mereka alami, dan berusaha untuk menghilangkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri melalui aneka usaha mencari kompensasi terhadap
rasa rendah diri itu, dengan mengejar kesempurnaan dan keunggulan dalam satu
atau beberapa hal. Dengan demikian, manusia bermotivasi untuk menguasai situasi
hidupnya, sehingga dia merasa puas dapat menunjukkan keunggulannya, paling
sedikit dalam bayangannya sendiri.
Selama proses terapi, konselor mengumpulkan informasi tentang
kehidupan client di masa sekarang dan di masa lampau sejak berusia sangat muda,
antara lain berbagai peristiwa di masa kecil yang masih diingat, urutan
kelahiran dalam keluarga, impian-impian, dan keanehan dalam perilaku. Dari
semua informasi itu konselor menggali perasaan rendah diri pada konseling yang
bertahan sampai sekarang dan menemukan segala usahanya untuk menutupi
perasaannya itu melalui suatu bentuk kompensasi, sehingga mulai tampak gaya hidup
perseorangan. Selanjutnya konselor membantu client untuk mengembangkan
tujuan-tujuan yang lebih konstruktif.[5]
c.
Terapi Gestalt
Terapi Gestalt dikembangkan oleh
Frederick Perls. Menurut Teori Gestalt tujuan konseling adalah membantu klien
menjadi individu yang merdeka dan berdiri sendiri. Untuk mencapai tujuan itu
diperlukan : (1) usaha membantu penyadaran klien tentang apa yang dilakukannya;
(2) membantu penyadaran tentang siapa dan hambatan tentang dirinya; (3)
membantu klien untuk menghilangkan hambatan dalam pengembangan diri.
Dalam corak terapi ini konselor membantu client untuk menghayati
diri sendiri dalam situasi kehidupannya yang sekarang dan menyadari halangan
yang diciptakan sendiri untuk merasakan serta meresapi makna dari konstelasi
pengalaman hidup.
Keempat konsep pokok dalam terapi ini adalah penghayatan diri
sendiri dalam situasi hidup yang konkret (awareness), tanggung jawab
perseorangan (personal responsibility), keutuhan dan kebulatan
kepribadian seseorang (unity of the person), dan
penyadaran akan berbagai halangan yang menghambat penghayatan diri sendiri (blocked
awareness). Client harus mengusahakan keterpaduan dari integrasi dari
berpikir, berperasaan dan berperilaku yang mencakup semua pengalamannya yang
nyata pada saat sekarang. Client tidak boleh berbicara saja tentang kesulitan
dan kesukaran yang dihadapi, karena berbicara itu mudah menjadi suatu permainan
memutarbalikkan kata-kata (word game), tanpa disertai penghayatan
seluruh perasaannya sendiri dan tanpa menyadari tanggung jawabnya sendiri. Oleh
karena itu, konselor mendesak client untuk menggali macam-macam perasaan yang
belum terungkapkan secara jujur dan terbuka.
Berbeda dengan kebanyakan terapi yang lain, Terapi Gestalt membuat
client merasa frustasi (berada di jalan buntu), tetapi frustasi itu di pandang
sebagai landasan bagi usaha baru yang lebih konstruktif. Dengan kata lain,
mengakui kegagalan dalam diri sendiri adalah cermin bagi diri sendiri pula.
d.
Konseling Eksistensial
Aliran Konseling Eksistensial (Existensial Counseling)
tidak terikat pada nama salah seorang pelopor. Konseling Eksistensial
dilaksanakan dengan berbagai variasi, yang semuanya dengan satu atau lain cara
mengambil inspirasinya dari karya-karya ilmuwan falsafah di Eropa Barat.
Konseling Eksistensial sangat menekankan implikasi dari falsafah hidup ini
dalam menghayati makna kehidupan manusia di dunia ini. Konseling Eksistensial
berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang mencakup:
kemampuan kesadaran diri; kebebasan untuk memilih dan mennetukan nasib dirinya
sendiri; tanggung jawab pribadi; kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan
batin; usaha untuk menemukan makna dari kehidupan manusia; keberadaaan dalam
komunikasi dengan manusia lain; kematian; serta kecenderungan dasar untuk mengembangkan
dirinya secara maksimal mungkin.
Selama wawancara konseling, client membuka pikiran dan perasaannya,
bagaimana dia menghadapi dan meresapi kehidupan di dunia ini. Sebaliknya,
konselor juga membuka diri dan ingin berkomunikasi sebagai manusia yang
menghadapi beraneka tuntutan kehidupan manusiawi yang sama. Melalui proses
komunikasi antar pribadi ini, client mulai semakin menyadari kemampuannya
sendiri untuk mengatur dan menentukan arah hidupnya sebdiri secara bebas dan
bertanggung jawab. Dalam hal ini client belajar dari konselor yang
mengkomunikasikan suatu sikap hidup penuh rasa dedikasi terhadap segala
tuntutan hidup sabagai tanggung jawab pribadi.
2.
Pendekatan Kognitif
a.
Analisis Transaksional
Aliran
Transaksional (Transactional Analysis) dipelopori oleh Eric Berne dan
diuraikan dalam bebebrapa buku yang dikarang oleh Berne sendiri. Analisis
Transaksional menekankan pada pola interaksi antara orang-orang, baik yang
verbal maupun yang nonverbal (transactions). Corak konseling ini dapat
diterapkan dalam konseling individual, tetapi dianggap paling bermanfaat
dalam konseling kelompok, karena
konselor mendapat kesempatan untuk langsung mengamati pola-pola interaksi
antara seluruh anggota kelompok. Perhatian utama diberikan pada manipulasi dan
siasat yang digunakan oleh orang dalam berkomunikasi satu sama lain (games
people play). Dibedakan antara tiga pola berperilaku atau keadaan diri (ego
states), yaitu orang tua (parent), orang dewasa (adult), dan
anak (child). Keadaan orang tua (parent ego state) adalah berperilaku
yang dianjurkan oleh pihak orang atau instansi sosial yang berperanan penting
selama masa pendidikan seseorang, seperti orang tua kandung, sekolah, dan badan
keagamaan. Keadaan orang dewasa (adult ego state) adalah bagian
kepribadian ynag berhadapan dengan realitas sebagaimana adanya dan mengolah
fakta serta data untuk membuat keputusan-keputusan. Keadaan anak kecil (childs
ego state) adalah bagian kepribadian yang didorong oleh beraneka perasaan
spontan dan keinginan untuk melakukan apa yang disukai, seperti dapat
disaksikan dalam perilaku tindakan anak kecil. Dalam keadaan ini orang
berperilaku secara bebas dan spontan. Tiga keadaan diri ini tidak terikat pada
umur atau fase perkembanagn tertentu, sehingga seorang yang berumur dewasa
berada dalam salah satu dari tiga keadaan diri itu dan dapat berpindah dari
keadaan diri yang satu ke keadaan yang lain.
Selama
proses konseling orang belajar mengidentifikasikan tiga keadaan diri pada
dirinya sendiri dan menyadari keadaan diri manakah yang menjadi dominan serta
menentukan pola interaksi dengan orang-orang lain. Konselor memberikan
informasi tentang pola-pola interaksi sosial sesuai dengan keadaan diri (transaction),
dan membantu untuk menganalisis diri sendiri sehingga disadari keadaan diri
mana yang dominan dalam perilakunya.
Jadi,
tujuan dari konseling menurut pendekatan Analisis Transaksional ialah supaya
client menjadi sadar akan seluruh hambatan yang diciptakannya sendiri dalam
berkomunikasi dengan orang lain, serta kemudian mengembangkan suatu pola
interaksi sosial yang sesuai dengan situasi dan kondisi, dengan menempatkan
diri dalam keadaan diri yang memungkinkan proses komunikasi yang sehat.
b.
Sistematika Carkhuff
Sistematika
ini merupakan pola pendekatan tersendiri, yang dikembangkan oleh Robert
R.Carkhuff dan diuraikan serta dipertanggungjawabkan dalam banyak publikasi.
Dalam sistematika Carkhuff proses konseling dipandang sebagai suatu proses
belajar, baik bagi client sebagai orang yang dibantu (helpee) maupun
bagi konselor sebagai orang yang membantu (helper).
Dalam
sejarah perkembangan teori-teori konseling Carkhuff menemukan dua konsepsi
pokok serta dua pola dasar pendekatan dalam konseling, yaitu konsepsi serta
pendekatan yang menekankan memahami (insight approach) dan konsepsi
serta pendekatan yang mengutamakan bertindak (action approach). Kedua
pola pendekatan dipandang sebagai pola yang erat sebelah dan kurang menjamin
keberhasilan dalam konseling, karena memahami tidak dituangkan dalam suatu
program nyata, dan bertindak tidak didasarkan pada pengertian serta keyakinan
yang harus menjamin kelangsungan dari berbagai tindakan yang diambil.
Supaya
orang mengubah diri dan mengubah perilakunya, dibutuhkan baik pemahaman maupun
bertindak. Oleh karena itu kedua pola pendekatan harus dipadukan dalam suatu
pendekatan sistematis yang menjamin efisiensi dan efektifitas dari proses
konseling serta menghasilkan perubahan positif yang nyata dalam perilaku
client. Orang yang menjalani proses konseling akan melewati tiga fase pokok
dalam proses itu, yaitu eksplorasi (exploration), pemahaman diri (understanding),
dan bertindak (action).
Ketiga
fase dalam proses konseling, yaitu eksplorasi, pemahaman diri, dan bertindak,
didahului oleh suatu fase persiapan, dimana konseli melibatkan diri dalam
proses konseling (involment).
Bagan Proses
Konseling menurut Robert Carkhuff
Fase dalam
Proses
|
Aktivitas
Client/ Konseli
|
Keterampilan
Konselor
|
1.
Keterlibatan
2.
Eksplorasi
3.
Pemahaman
4. Bertindak
|
1.
Melibatkan
diri:
a.
Menghadap
konselor
b.
Mengungkapkan
sesuatu secara verbal dan nonverbal
c.
Mulai
mengutarakan masalah pribadi yang dihadapi
2.
Menggali
aspek-aspek penting dalam masalah yang dihadapi:
a.
Mengambil
unsur-unsur pokok dalam masalah
b.
Meninjau
makna bagi dirinya
c.
Menghayati
perasaan-perasaaan yang timbul
d.
Melihat
alasan-alasan timbulnya semua reaksi perasaan itu
3.
Menyadari
bahwa masalah adalah problem dirinya sendiri, yang tidak dapat ditimpahkan
pada orang lain; dia sendiri bertanggung jawab mengatasinya:
a.
Akibat
permasalahan bagi dirinya
b.
Merumuskan
masalah dalam bentuk “Problemku adalah.....”
c.
Menyadari
perasaan sendiri dalam menghadapi masalah ini, disertai alasan erperasaan
demikian.
d.
Menetapkan
tujuan yang ingin dicapai, sehingga masalah dapat diatasi
4.
Mengimplementasikan
tujuan yang ingin dicapai dalam suatu program kerja yang konkret;
|
1.
Melibatkan
konseli dengan meggunakan attending skilss, seperti merapikan meja; mengamati
isyarat-isyarat nonverbal; mendengrakan dan menunjukkan penerimaan,
(Keterampilan ini tetap dibutuhkan dalam fase-fase selanjutnya.
2.
Membantu
client menggali aspek-aspek penting dengan menggunakan responding skills,
seperti Refleksi dan Klarifikasi Perasaan; Permintaan untuk Melanjutkan;
Pertanyaan-pertanyaan Spesifik.
3.
Membantu
konseli memahami diri berkaitan dengan masalah yang dihadapi dan menerima
tanggung jawab terhadap masalah itu, dengan menggunakan personalizing
skills,seperti Refleksi, Klarifikasi, Interpretasi, Konfrontasi,
Diagnosis, Penyajian Alternatif-alternatif, Pemberian Umpan Balik.
4.
Membantu
konseli menuangkan kemauan untuk mencapai tujuan dalam bentuk rencana urutan
langkah kerja yang konkret, dengan menggunaka initiating skills, seperti
Pemberian Struktur, Penyelidikan, Pemberian Informasi, Usul/Saran, Pemberian
Umpan Balik, Dukungan
|
3.
Pendekatan Behavioristik
a.
Reality Theraphy
Reality
Therapy dikembangkan oleh William Glasser. Yang dimaksudkan dengan reality
ialah suatu standar atau patokan objektif, yang menjadi kenyataan atau realitas
yang harus diterima, realitas atau kenyataan dapat berwujud suatu realitas
praktis, realitas sosial, atau realitas moral.
Sesuai
dengan pandangan behavioristik, yang
terutama disoroti pada seseorang adalah tingkah lakunya yang nyata. Tingkah
laku itu dievaluasi menurut kesesuaian atau ketidaksesuaiannya dengan realitas
yang ada.v
Selama
proses konseling, konselor membantu client untuk menilai kembali tingkah
lakunya dari sudut bertindak secara bertanggung jawab. Dengan demikian, proses
konseling bagi client menjadi pengalaman belajar menilai diri sendiri dan,
dimana perlu, menggantikan tingkah laku yang keliru dengan tingkah laku yang
tepat. Sampai taraf tertentu, konselor berperan sebagai seorang guru yang
mengajarkan tata cara bertindak secara bertanggung jawab, memberikan pujian
bilamana client mulai bertindak secara tepat, dan mencela bila client tidak
bertindak secara bertanggung jawab.
b.
Multimodal Counseling
Pelopornya
adalah A. Lazarus yang mengembangkan pendekatan ini selama 1970-an dan
menyaksikan perluasan aplikasi pendekatan ini oleh banyak konselor sekolah
selama dasawarsa berikutnya, antara lain karena sifatnya yang sangat elektik
dan berasaskan pada wawasan yang sangat luas.
Pendekatan
ini berakar dalam medan teori behavioristik, tetapi sekaligus mencakup banyak
unsur lain yang saling berkaitan dalam lingkup sejarah perkembangan, proses
belajar dan hubungan antarpribadi. Selain itu, pendekatan ini sekaligus
dirancang untuk mengembangkan suatu proses konseling yang dapat memenuhi
kebutuhan masing-masing client.
Untuk
itu selama proses konseling perhatian konselor terpusatkan pada tujuh faktor
atau komponen dalam pola kehidupan client, yaitu:
1.
Perilaku
nyata (Behavior)
2.
Alam
perasaan (Affect)
3.
Proses
persepsi melalaui alat indera (Sensation)
4.
Konsep
diri dalam bebagai aspeknya (Imagery)
5.
Keyakinan
dan nilai-nilai dasar sebagai pegangan dalam berpikir dan menentukan sikap (Cognition)
6.
Hubungan
antar pribadi dengan orang dekat (Interpersonal Relationship)
7.
Keadaan
fisik serta kesehatan jasmani (Biological Functioning)
Bilamana
diambil ketujuh huruf pertama dalam bahasa Inggris, dengan menggantikan huruf
yang terakhir B menjadi D (Drugs = obat), diperoleh akronim BASIC-ID
yang menjadi kerangka berpikir dan pegangan mental bagi konselor dalam
mengumpulkan data tentang pola kehidupan client.
Data
yang terhimpun itu kemudian dikaji oleh client dengan mengaitkannya satu sama
lain, sehingga pola kehidupan client dapat dikonsepsikan secra jelas dan
ditemukan sumber timbulnya masalah pada saat sekarang. Kemudian ditentukan cara
menanggulangi masalah yang paling tepat dan cara membantu client mengatasi
masalah yang paling efisien, dengan memilih dari sekian banyak siasat yang
tersedia.
BAB
III
KESIMPULAN
Pendekatan
konseling (counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan
dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena
jika dapat dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, akan
memudahkan dalam menentukan arah proses konseling
Pendekatan
Konseling meliputi:
1.
Pendekatan
Afektif
a.
Psikoanalisis
b.
Psikologi
Individual
c.
Terapi
Gestalt
d.
Konseling
Eksistensial
2.
Pendekatan
Kognitif
a.
Analisis
Transaksional (TA)
b.
Sistematika
Carkhuff
3.
Pendekatan
Behavioristik
a.
Reality
Therapy
b.
Multimodal
Counseling
DAFTAR PUSTAKA
Willis, Sofyan S. 2005. Konseling Individual:
Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
Winkel, W. S. 2006.
Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta:
Rasindo Gramedia Widiasarana Indonesia
[1]
http://ki-stainsamarinda.blogspot.com/2012/08/pendekatan-konseling.html.
diakses pada tanggal 28 Oktober 2013, pukul: 11:15 WIB
[2]
Sofyan S. Willis, Konseling Individual: Teori dan Praktek, ( Bandung:
Alfabeta, 2005), hlm.55
[3] W.
S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, ( Yogyakarta:
Rasindo Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006), hlm. 421-422
[4]
Sofyan. S. Willis., Op.Cit., hlm. 62-63
[5] Ibid,
hlm.422
Rummy's Casino - DrmCAD
BalasHapusRummy's Casino. Rummy's. A 서귀포 출장마사지 small 포천 출장샵 hotel located in the entertainment 아산 출장샵 district near 인천광역 출장마사지 the center of the Las Vegas Strip, 수원 출장안마 Las Vegas is